Sabtu, 29 Maret 2008

MAJALAH E_La2ng, Forumku

Majalah E_LA2NG

PERINTISAN MAJALAH,

Desember 2006 merupakan bulan terakhir di tahun yang penuh moment penting bagi sebagian anak Universal High School of Alternatif Kalibening , terutama menyangkut dunia pendidikan yang semakin bermisteri dan angkuh. Lalu bagaimanakah dengan anak Alternatif yang tertuju pada percetakan kreatifitas dalam setiap otak anak manusia untuk mau berpikir dan menerima segala realita kehidupan. Juga bagaimanakah respond dari wadah Alternatif yang memberikan peluang bagi siapapun yang mau melangkah untuk selalu mengasah otak untuk berpikir dan memikirkan orang lain, terutama yang berlokasi di sekitarnya yang menjadi lingkungannya. Dari situlah muncul inisiatif dari Siti Qona’ah untuk membuat sebuah bentuk lain dari suatu kreatifitas kinerja otak anak Indonesia. Mulai dari pemikiran yang berbeda dari seorang aktifis pendidikan, Drs. Achmad Bahruddin hingga bentuk konsep berbeda di lembaga pendidikan bernama sekolah yang kini ia diterapkan pada anak-anak didiknya yang merupakan angkatan pertama di tahun 2003 yang kini menduduki bangku sekolah tingkat menengah di Sekolah Menengah Univesal yang mereka sebut sebagai Universal High School Qaryah Thayyibah, Kalibening Salatiga. Bertahun-tahun lamanya proses perubahan model pendidikan, muncullah pemikiran berbeda pula dari anak-anak Kalibening yang pada waktu itu berjumlah 12 untuk mencoba berpikir mandiri, dan mulai memikirkan orang-orang di sekitarnya. Tepatnya di lingkungan dimana mereka benar-benar bernapas di setiap detik kehidupan yang mereka lalui setiap hari. Sampailah sekarang usia mereka menginjak remaja dimana ada saja masalah yang dengan senang hati menghampiri perubahan pola pikir mereka. Dan kini dunia mereka bernaung di era globalisasi yang semakin modern ini. Lalu, berubahlah konsep serta model pembelajaran di Universal High School, yakni berusaha untuk menjadi orang baik dan berguna untuk orang lain. Adapun hal yang paling mendasar yang dimaksudkan ialah di luar kebersamaan mereka dalam belajar, mereka akan membuat sebuah proyek yang itu berguna pula untuk orang lain. Bentuk lain dari suatu kreatifitas otak anak manusia itu adalah sebuah majalah yang menampung karya anak bangsa dan hangatnya informasi yang ada. Berangkat dari kerapuhan di bulan Desember yang Qona’ah atau Kana (panggilan akrabnya) tidak tahu harus berbuat apa-apa karena memang belum ada yang bisa dilakukannya. Namun melihat majalah dinding atau MADING istilah mereka tak berisi tempelan kertas berupa karya, dan melihat beberapa karya yang berserakan di lantai, maka muncullah ide baru di otak Kana. Ide tersebut adalah bagaimana ia bisa merubah keadaan yang ia rasa harus dirubah. Kemudian ia mengawali langkah dengan meng-share-kan apa yang menjadi idenya pada salah seorang teman dekatnya, Mariyatul Ulfa yang pada saat itu kebetulan sama rapuhnya dengan Kana di bulan Desember. Setelah beberapa saat mereka berbagi hati dan bertukar pikiran, maka muncullah sebuah perencanaan dari keduanya yang akhirnya melibatkan beberapa teman dan adik kelas mereka untuk melanjutkan rencana itu dalam sebuah rapat musyawarah. Alhasil rapat itu membuahkan sebuah bentuk majalah yang bernama Ilalang, ide dari M. Syaiful Amri, salah seorang teman Kana. Kemudian mereka membuat konsep serta kelanjutannya hingga kini sudah digemari banyak orang, terutama di kalangan remaja hingga ke orang dewasa. Akhirnya di Januari 2007, kerapuhan itu terganti dengan sebuah kebangkitan yang menggugah semangat banyak orang, termasuk bagi Kana dan Ulfa sendiri. Kini banyaknya kegiatan, datang silih berganti menggulir hingga memadatkan jadwal mereka dan sibuklah mereka. Maka, mereka harus benar-benar pintar dan cerdas dalam me-manage waktu mereka. Satu hal yang kini membuat Kana dan Ulfa semakin dekat dan saling mengerti, yakni Karena kebetulan saat ini bidang yang menjadi interest mereka adalah sama-sama di dunia Jurnalistik. Menjadi orang media yang harus selalu menuntut diri mereka untuk bekerja keras dan tahan banting, ternyata membuat mereka semakin berpikir keras untuk melanjutkan dan melaksanakan perencanaan mereka. Apalagi dengan kebersamaan yang terjadi karena saling membutuhkan yang tidak mereka sadari dalam waktu sebentar, itu menjadi makna tersendiri bagi mereka. Alhasil atas bimbingan dan anugerah-Nya, jadilah mereka sebagai creative kids untuk dunia jurnalistik di sebuah media majalah yang menyandang nama Ilalang.

TUJUAN DILAHIRKANNYA E-LA2NG

Ketika Kana melihat keadaan yang tidak sesuai dengan hatinya mengenai sebuah karya yang terlihat kurang mendapat perhatian, maka tumbuhlah suatu ide yang itu cukup membuat orang menganggap “wow”. Itu menjadi suatu tujuan, dimana ia akan menempatkannya dalam Ilalang. Sepertinya minat membaca di Alternatif terancam menurun dan kekreatifan mereka dalam menuangkan gagasan pada sebuah karya, terutama berupa tulisan, perlu digali lebih dalam. Maka jadilah semua itu dalam bentuk sebuah misi dan visi. Misi tersebut tertuang banyak tujuan yang antara lain adalah meningkatkan kreatifitas dan minat baca para anak bangsa, terutama di Alternatif Qaryah Thayyibah, yang paling penting adalah menyebarkan khazanah keilmuan dalam kandungan isi majalah Ilalang tersebut. Adapun visinya adalah mengajak semua orang untuk berusaha menuangkan gagasan, ide, imaginasi dalam bentuk tulisan.

PERJALANAN SELANJUTNYA

Setelah semua perencanaan dimatangkan, akhirnya terbentuklah sebuah rapat yang tidak jauh dari bimbingan seorang pendamping, Mujab Sag. Alhasil semua itu berwujud sebuah majalah yang menyandang nama Ilalang. Kemudian semua itu berlanjut pada pelaksanaan proyek yang melibatkan banyak orang, yakni mulai dari pembentukan, struktur, isi, hingga tubuh majalah. Awalnya mereka bingung untuk kelanjutan pelaksanaan, karena mereka belum menemukan fasilitas yang pas di wadah mereka. Bukan tidak ada, tapi belum pas yang kemudian mereka harus membawa tubuh mereka pada suatu wadah lain yang masih menjadi satu di Alternatif Krandon lor, Suruh. Di sanalah mereka menemukan fasilitas yang cocok untuk mereka. Ketenangan, kenyamanan telah menemani tiap langkah yang mereka tempuh untuk mengerjakan majalah, di sana mereka mulai menemukan karakter pada majalah, terutama untuk nama. Nama Ilalang yang tadinya polos menjadi E-la2ng dengan penjelasan E adalah dibaca I di bahasa inggris dan la dengan angka 2 adalah untuk mempersingkat atau menghemat tulisan dan ng-nya tetap, maka jadilah E-la2ng. Karena nama Ilalang bukan nama yang asing untuk sebuah media tulis menurut pengetahuan mereka setelah meng-access internet, itu juga berkat bantuan sang pendamping. Akan tetapi seiring berjalannya waktu, mereka merasa fasilitas tersebut harus segera mendapat penggantinya, Karena selain agak jauh, untuk mereka ke sana juga menjadi masalah, yakni karena tidak ada kendaraan dan ketika waktu tidak berpihak pada mereka. Pernah suatu hari terjadi, dimana mereka harus segera meng-edit data yang ada yang nantinya akan di-lay out. Akan tetapi hujan terus saja turun dengan lebatnya, akhirnya kebingungan melanda pikiran mereka. Belum lagi masalah kendaraan yang menjadi kendala mereka. Itu semakin membuat kepala mereka panas di antara semakin banyaknya tetesan air hujan yang menurun membasahi badan bumi. Sebenarnya di Kalibening sudah tersedia fasilitas yang menjadi kebutuhan mereka, akan tetapi tidak semua terpenuhi. Karena selain media elektronik yang mereka butuhkan, juga ketenangan tentunya untuk mereka bekerja.

Sampai sekarang masalah tempat masih menjadi hal yang sering mereka bicarakan. Karena mau tidak mau mereka harus melaksanakan pekerjaan majalah di rumah sang kepala sekolah. Sebenarnya mereka merasa tidak enak jika berada di rumah orang larut malam bahkan sampai pagi. Tapi mau bagaimana lagi. Belum lagi adanya keramaian di antara proses kegiatan majalah. Di satu sisi itu mengganggu orang lain, terutama pemilik rumah, namun di sisi lain itu menjadikan mereka lebih semangat dalam bekerja. Pernah mereka mempunyai rencana untuk menjadikan rumah Amri (salah satu crew E-la2ng) yang berada di barat masjid Al-Mustashfa, sebagai kantor majalah. Akan tetapi itu lebih berresiko, karena yang akan terganggu adalah tetangga. Pada akhirnya mereka tetap bekerja di rumah sang kepala sekolah.

MENUJU PROSES PERCETAKAN

Pada dasarnya percuma, jika sebuah karya hanya disimpan dalam computer. Karena dengan begitu orang tidak akan mengetahui akan adanya sebuah karya yang luar biasa dari sang penulis. Begitu juga dengan majalah e-la2ng ini, sebenarnya sudah sampai pada proses tata letak atau lay out istilahnya, karena itu e-la2ng harus segera menuju
ke percetakan. Namun dengan dana yang masih pas-pasan, bagaimana hal itu akan dilalui?. Untuk itu E-la2ng harus mencari bagaimana caranya. Pada akhirnya mereka memilih untuk menyetak majalah menge-print-nya, sehingga berpuluh-puluh lembar kertas bertumpuk menjadi satu dengan kafer yang beralaskan mika berwarna biru transparan.

Perubahan kembali berpihak pada E-la2ng, hingga percetakan majalah edisi dua menjadi lebih baik daripada edisi pertama, meski masih berupa print out.

BERI RESPON UNTUK MAJALAH SEKOLAH

Rasa gembira sepertinya tak akan begitu saja hilang, ketika majalah pertama atau edisi perdana mereka akhirnya luncur juga. Karena setelah bersusah payah, akhirnya satu exemplar majalah hadir di hadapan mereka. Di edisi pertama mereka mengambil tema seputar desa yang mengangkat bahasan mengenai renovasi Belik Luwing, Tanah Bengkok dan berita-berita yang mengandung kajian pengetahuan beserta opini. Tentunya tema yang akan diangkat majalah per-edisi berbeda, begitu juga dengan majalah E-la2ng. E-la2ng pada edisi ke-dua mengangkat tema mengenai kontroversi seputar UAN yang sampai ini masih tak kunjung selesai ketika dibicarakan, termasuk pembahasan perihal penting tidaknya UAN, sedikit menyinggung soal Ijasah beserta opini-nya.

Melihat keadaan antara edisi pertama dan kedua, mereka menangkap ada banyak perbedaan. Terutama mengenai tata letak, dan editing. Perbedaan itu sangatlah jauh menurut mereka. Pada edisi pertama mereka mengakui banyak yang tidak match dengan datanya. Editingnya masih rancu dan tata letaknya juga masih memusingkan.

Namun melihat kondisi majalah E-la2ng pada edisi ke-dua, sepertinya perubahannya melejit tinggi menurut mereka. Selain tema yang diangkat berhasil menggugah minat baca banyak orang, tata letaknya juga berhasil mempermudah para pembaca setianya untuk menikmati hangatnya berita yang telah disajikan.

Ketika kita sudah menemukan tujuan kita, maka kita akan lurus untuk melaluinya bukan, begitu juga mereka. Kini, pelan-pelan mereka mulai menemukan sebuah petunjuk untuk bagaimana nantinya majalah E-la2ng akan melakoni perjalanan panjangnya. Dan biarkan semua itu mengalir bagai air untuk terus menembus mencari perubahan lebih baik dan berkarakter.

PENDAMPING BERBICARA…

Majalah E-la2ng merupakan majalah pertama di komunitas pendidikan Alternatif Qaryah Thayyibah Kalibening. Selain menjadi hal baru bagi forum jurnalis, ini juga menjadi kebanggaan tersendiri bagi mereka. Sebenarnya sebelumnya sudah berkali-kali mereka ingin membuat sebuah media yang lain di sekolah, namun hal itu selalu saja menjadi omongan. Dan baru E-la2ng inilah, kini Alternatif Qaryah Thayyibah mempunyai media berbentuk majalah. Lalu bagaimanakah dengan tanggapan para pendamping?.

Majalah E-la2ng menurut saya… bagus, dan kerjasama antar tim begitu kreatif. Komentar Abdul Mutholib, salah satu pendamping yang akrab dipanggil dengan sebutan “Bang Tholib”. Tanggapan dari pendamping yang benar-benar meluangkan waktu setiap kali E-la2ng membutuhkan orang yang sudah berpengalaman di bidang Komputer.

Ketika saya mengetahui ada majalah E-la2ng, bagus. Secara global ketika anak-anak mempunyai ide, langsung diapresiasikan” Tanggapan dari sang kepala sekolah yang akrab dipanggil dengan “Pak Din”. Sepatah kata itulah yang selama ini menjadi dukungan yang sebenarnya di komunitas Alternatif Qaryah Thayyibah. Pada dasarnya Komunitas AlQaYa memberikan kesempatan dan peluang bagi mereka yang mau memanfaatkan. AlQaYa memberika fasilitas pula untuk mereka yang berkreasi, meskipun anak-anak didik Bahruddin, (sang kepala sekolah sekaligus wali murid dari Rasih Mustaghis Hilmiy yang juga merupakan salah satu crew E-la2ng). belajar dengan keterbatasan atau apa adanya.

Untuk usia SMP dan SMU seperti kalian, membuat sebagian karya menjadi sebuah majalah seperti ini sudah sesuatu yang luar biasa menurut saya. Respon dari Achmad Darojat Jumadil Kubro, yang sering dipanggil dengan sebutan “Pak Achmad”, pendamping kelas Creative Kids (anak didik angkatan pertama) yang mengikuti proses komunitas AlQaYa sejak awal berdiri. (LF/CaN)

ANGGOTA REDAKSI:

1. Pak Mujab Selaku Penanggung Jawab

2. Siti Qona'ah Selaku Pimpinan Umum dan Pimpinan Redaksi

3. Syaiful Amri Selaku Redaktur Pelaksana

4. Achmad Mawahib Selaku Sekretaris Menejemen

5. Mariyatul Ulfa Selaku Sekretaris Redaksi

6. Syaiful Hidayat Selaku Layouter

7. Nizar Fahmi Selaku Layouter

8. Ichwan Zaid Selaku Tim Kreatif

9. Rasih Mustaghis Hilmiy Selaku Editor

10. Aini Zulfah Selaku Editor

11. Fina Af'idatussofa Selaku Reporter

12. Ati Sa'idatul Ula Selaku Reporter

13. M. Roghifudin Nugroho Selaku Reporter

14. Devi Puspa Amanati Selaku Reporter

15. Nia Fawzia Selaku Pengumpul Karya

16. Feni Amaliatussulcha Selaku Promotor

17. Emi Masnila Zubaiti Selaku Kontributor

18. As'adurrahman Selaku Pencetak


Terima Kasih Juga Teruntuk Teman-Teman Yang Pernah Bergabung Didalam Forum Majalah:

1. Rasikh Fuadi Selaku Layouter (Bandung)

2. M. Nafakhatus Sakhari Selaku Layouter (Pondok Ngunut)

3. Yunita Bayu Kusuma Selaku Bendahara (Cilacap)

4. Na'imullah Aziz Selaku Kontributor (Cilacap)

5. Taufiq Hidayat Selaku Reporter (Aceh)

6. Achmad Rosyidi Ainul Yaqin Selaku Reporter (Demak)

Terima Kasih Banyak Kawan-Kawanku...

SEMANGAT...!!!

Kamis, 27 Maret 2008

TEATER GEDHEK, Forumku


ULANG TAHUN 'GEDHEK' YANG MENGGEMPARKAN

Oleh: Fina Af'idatussofa


Suasana mulai berubah, begitu memasuki February. Tak pelak. Ruang RC yang tadinya hanya digunakan untuk ruang kelas empat Ideals Gank, mulai dipermak dengan berbagai macam property. Tak salah lagi, anak teaterlah yang saat itu beraksi mendesain ruang RC menjadi tempat pertunjukan Teater GEDHEK –Teater Q-Tha-.

Tim GEDHEG mulai dikerahkan untuk menyambut acara ulang tahun GEDHEK yang pertama. Semua berpencar dengan tugas masing-masing. Property, konsumsi, seksi acara, bagian pementasan, serta penata tempat penginapan mulai bergerak demi terselenggaranya acara bersejarah tersebut.

Segalanya sudah dipersiapkan dengan seksama, hingga pada tanggal 2 February 2008, sekitar jam 21.00 acara dimulai dengan berbagai sambutan-sambutan.

Para penonton yang sempat tercengang dengan model desain panggung anak teater, mulai menikmati suasana yang memang sengaja dibuat lain daripada acara yang biasanya terselenggara. Ruangan luas yang gelap, hanya ada sinar remang-remang yang mengarah pada pangung pementasan teater. Untunglah, tim GEDHEK sudah membuat keadaan penonton lebih nyaman dengan dipisahnya kaum Hawa dengan kaum Adam. Ponsel dilarang dinyalakan saat penampilan teater. Segala macam cahaya dilarang ditampakkan di tengah-tengah penonton, karena takut mengganggu pencahayaan pada pangung teater.

“Tampilan pertama dari Teater GEDHEK dengan teater berjudul Sajak Orang Gila” seru Devi selaku pembawa acara ulang Tahun GEDHEK.

Tiba-tiba, suasana gelap memenuhi ruang RC. Semua penonton masih penasaran dengan kejutan apa yang akan diperlihatkan anak-anak GEDHEK.

Tiba-tiba, terdengar petir bertalu-talu menggelegar. Cahaya mulai diperlihatkan perlahan-lahan. Dan mulai tampak sosok pemeran Orang Gila dengan gelagat yang sangat mengerikan. Sekelompok penonton yang melihat merasa ngeri. Acting yang sunggup spektakuler. Kana selaku pimred E-la2ng, yang berperan sebagai Larasati ini berlaga bak orang gila.

“Kuremukkan jalan…Kupatahkan malam…” suara itu mulai keluar dari mulutnya, dengan nada yang sangar. Dia mulai bersajak.

Sajak orang gila yang bercerita tentang Larasati. Dia gila karena diperkosa. Padahal dia adalah seorang penulis yang membawa perubahan bangsa yang lebih baik. Sastrawan gila ini tak ubahnya dengan kebiasaan-kebiasaan yang ia miliki. Masih saja memiliki jiwa penyair meski dalam keadaan gila seperti itu. Dari cara dia bersajak di sepanjang jalan, orang akan bisa langsung menyimpulkan, dia adalah sastrawan.

Tampilan pertama yang cukup mencengangkan para penonton. Pertunjukan teater dari GEDHEG yang sangat mengundang perhatian. Acting-acting yang sudah lumayan membuat para penonton puas dengan pertunjukan tersebut.

Naskah yang dibuat oleh Saiful Amri serta Maia Rosyida ini memang cukup menarik. Setidaknya, membuat penonton tidak merasa bosan untuk melihat sampai akhir pertunjukan.

Adegan terakhir adalah pembacaan sajak orang gila untuk mengakhiri tampilan dari tuan rumah. Yang kemudian ditutup dengan tertawa bersama.

Acara ulang tahun tidak sampai di situ. Setelah tampilan anak-anak teater GEDHEK, dilanjutkan tampilan-tampilan yang tak kalah seru. Banyak juga tampilan dari Sekolah Alternatif-alternatif lain yang kebetulan memenuhi undangan anak GEDHEK. Bahkan sekolah Alam dari Semarang yang pernah live ini di Kalibening pun turut datang untuk memeriahkan acara GEDHEK. Tak hanya itu, Teater Getar dari STAIN pun juga tak mau kalah.

Suasana terkesan rancak. Terlebih, banyak selingan band-band yang menyanyikan berbagai lagu. Ada band dari Alternatif Ketapang, juga ada Blueband –bandnya Maia-.

Yang paling mengharukan adalah tampilan menjelang acara terakhir. Yaitu tampilan Kana dan Muhdan dengan lagu dangdutnya “Malam Terakhir” nya sang raja dangdut Roma Irama. Lagu tersebut dipersembahkan untuk Taufiq yang pada malam itu merupakan malam terakhir dia berada di Salatiga. Dia Sebab keesokan harinya dia harus sudah kembali ke Aceh untuk melanjutkan perjuangannya.

Berbagai kalimat dan ungkapan-ungkapan di ucapkan Taufiq setelah lagu itu dinyanyikan. Kalimat pengantar perpisahan yang sempat mengharukan suasana. Setelah Taufiq selesai berbicara panjang, acara kembali diteruskan dengan tampilan berikutnya.

Suasana sempat mencengangkan begitu didapati dua siswa dari Tingkir bertengkar di lokasi acara. Terlebih ketika mengingat sebelumnya salah satu di antara mereka ada yang kehilangan dompet. Devi selaku MC langsung melerai dua anak tersebut. Dan acara kembali diteruskan.

Sudah mendekati puncak acara. Tanpa di duga Pak Taha, guru tergokil di QT mulai tampil. Praktis membuat seluruh penonton gempar. Terlebih melihat Pak Taha yang kali itu menggunakan gitar serta lilin. Semua beranggapan Pak Taha serius dalam berpuisi. Ternyata akhir daripada puisi, tetap saja gokil.

Setelah hampir semua sudah tampil, akhirnya sampailah pada acara pemotongan tumpeng yang diwakili oleh Upik selaku lurah GEDHEK serta Pak Jono. Suasana kembali meriah.

Dan acara puncak adalah pertunjukan dari anak SASUKE (Forum pembuat Sari Susu Kedele) dengan mempersembahkan lagu hip-hop dengan judul kroncong protol.

“Hay sobat mulailah menari. Taburkan rasa cinta untuk hilangkan rasa dahaga. Hay kawan… mulailah menyanyi. Dengarkan lagu ini agar cinta tetaplah terjaga…” semua yang dipanggung bernyanyi bersama dengan gaya yang unik-unik.

Lagu koncong protol milik Bondan dan fade 2 black yang dinyanyikan anak Sasuke itu menjadi lagu terakhir sekaligus penutup acara Ulang Tahun GEDHEK yang berakhir sekitar jam setengah satu pagi.

Sebelum acara benar-benar ditutup, Saifi, salah satu anak yang tadi sempat mengaku kehilangan dompet serta sempat bertengkar di tengah-tengah acara mengaku bahwa semuanya tadi hanya acting. GUBRAG!!!!

Dan sudah selesailah semua acara malam itu. Semoga kembali bangkit semangat anak-anak GEDHEK untuk meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki. (FN)

Senin, 24 Maret 2008

PENDIDIKAN, Artikel


PENDIDIKAN DALAM CENGKERAMAN

KAPITALISME GLOBAL...!!!

Oleh: Siti Qona'ah


Potret Buram Pendidikan Indonesia,

Terbunuhnya praja IPDN akibat pemukulan yang dilakukan seniornya makin mencoreng dunia pendidikan Indonesia. Praja yang dididik untuk menjadi pengayom rakyat justru menampakkan wajah yang mengerikan, menjadi pembunuh. Ironisnya, ini bukan pertama kali terjadi.

Bentrok antar mahasiswa juga kerap terjadi di kampus-kampus yang lain. Tawuran pelajar bahkan seakan sudah menjadi tradisi di Indonesia. Berbagai kasus lain juga meningkat dikalangan pelajar kita seperti narkoba, sesks bebas, aborsi sampai menjadi pelaku kriminal.

Kualitas pendidikan Indonesia juga menyedihkan. Menurut hasil survey UNDP (2002), kualitas SDM Indonesia ternyata hanya menduduki peringkat 110 dari 179 negara di dunia, hanya satu tingkat di atas Vietnam. Padahal kita tahu, Vietnam selama puluhan tahun mengalami perang saudara. Kita bahkan jauh di bawah Philipina, Thailand, apalagi Malaysia dan Singapura. Sungguh memalukan!!!

Dari sisi keahlian pun kita sangat jauh di bandingkan dengan Negara lain. Dibandingkan dengan India, misalnya, kualitas SDM Indonesia sangat jauh tertinggal. Prestasi India dalam teknologi dan pendidikan sangat menakjubkan. Jika Indonesia masih dibayang-bayangi oleh pengusiran dan pemerkosaan tenaga kerja tak terdidik yang dikirim keluar negeri, banyak orang India yang menduduki posisi bergengsi di pasar kerja internasional. Sekitar 30 persen dokter di AS merupakan warga keturunan India. Tidak kurang dari 250 Microsoft juga berasal dari India. (Kompas, 4/9/2004).

Sudah tidak bermutu, pengangguran di negeri ini juga terus meningkat. (Kompas, 22/9/2006), mengutip data Badan Pusat Statistik, menguraikan angka pengangguran lulusan universitas di Indonesia telah mencapai sekitar 385.000 orang pada tahun 2005. dari kecenderungan yang ada, bukan mustahil angka tersebut menembus 500.000 orang pada tahun 2007.

Potret buram di atas menggambarkan kondisi pendidikan kita yang menyedihkan. Pendidikan telah gagal mencetak anak didik yang memiliki kepribadian yang khas, apalagi kepribadian islami, sangat jauh. Kemampuan sains dan teknologi mereka juga menyedihkan. Padahal dua perkara seperti: kepribadian unggul serta penguasaan sains dan teknologi merupakan perkara penting untuk membangun bangsa ini.

Kondisi di atas tidak bisa lepas dari cengkeraman ideologi Kapitalisme yang semakin menguat di Indonesia. Kegagalan pandanaan pendidikan untuk menghasilkan pendidikan yang berkualitas merupakan dampak langsung dari krisis ekonomi di Indonesia. Krisis ekonomi disebabkan oleh kebijakan neo-liberal yang menguat. Sementara itu, kegagalan pembentukan kepribadian yang unggul, unik dan tangguh tidak lepas dari pengaruh sekularisme yang membuat anak didik semakin jauh dari agama.

Cengkeraman Kapitalisme ini memunculkan dua ancaman besar bagi pendidikan kita: komersialisasi dan sekularisasi.


ANCAMAN KOMERSIALISASI

ORANG MISKIN DILARANG SEKOLAH!!! Mungkin itu yang terjadi tidak lama lagi di Indonesia. Pasalnya, sekolah semakin mahal. Untuk masuk sekolah dasar yang unggul saja, orangtua bisa menghabiskan uang jutaan rupiah. Memang, ada yang murah, tetapi jangan ditanya kualitasnya, tentu apa adanya. Inilah yang disebut diskriminasi dalam dunia pendidikan kita. Kalau punya uang bisa mendapat kualitas pendidikan yang baik, kalau tidak punya, harus pasrah dengan kualitas pendidikan yang menyedihkan. Padahal seharusnya pendidikan berkualitas harus berlaku sama bagi siapa saja, punya uang atau tidak. Sebab, pendidikan berkualitas marupakan asset negeri dan bukan milik orang kaya saja.

Pengadopsian kebijakan kapitalis dalam dunia pendidikan memang semakin menguat. Dalam sistem kapitalis, peran Negara diminimalisasi: Negara hanya sebagai regulator. Peran swasta pun dioptimalkan. Muncullah istilah-istilah seperti Luhur, yang sebenarnya menipu, seperti otonomi sekolah, otonomi kampus, dewan sekolah, yang intinya Negara lepas tangan terhadap dunia pendidikan. Akibatnya, sekolah dan kampus harus jungkir balik mencari dana. Jalan pintas yang diambil sekolah adalah menaikkan biaya pendidikan. Jadilah pendidikan semakin mahal dan sulit dijangkau orang miskin. Untuk sekolah yang para orangtua muridnya dari kelas atas, mungkin tidak begitu masalah, sumbangan orangtua murid bisa membiayai sekolah. Tidak demikian dengan sekolah yang orangtua muridnya kelas bawah. Alih-alih menyumbah untuk sekolah, untuk makan saja susah.

Ancaman komersialisasi menjadi kenyataan ketika perguruan tinggi berubah statusnya menjadi PT BHMN (Perguruan Tinggi Milik Negara) yang kemudian diperkuat dengan RUU BHP (Badan Hukum Pendidikan). Alasannya, memang kelihatannya bagus seperti meningkatkan transparansi, akuntabilitas, dan jaminan mutu. Namun, praktiknya adalah kapitalisasi pendidikan. Cirinya, peran Negara diminimalkan dan pendidikan lebih diserahkan kepada masyarakat. Lagi-lagi yang muncul adalah masalah pendanaan. Perguruan Tinggi akhirnya harus banting tulang untuk mencari sumer pendanaan mulai dari buka bisnis sampai yang paling gampang, menaikkan biaya pendidikan. Hasilnya, Pendidikan Benar-Benar Komersialisasi!!!

Aset-aset perguruan tinggi di jadikan bisnis untuk mencari uang. Misalnya saja, IPB mendirikan Bogor Botanic Square, Ekalokasari Plaza, dan pom bensin di wilayah kampusnya. Sebenarnya ini sudah melanggar Tri Dharma perguruan Tinggi karena menjadikan bagian kampus sebagai pusat bisnis. Untuk memenuhi kebutuhan pendanaan perguruan tinggi konversi aset tersebut dikatakan boleh-boleh saja. Permasalahannya jika institusi pendidikan tidak mempunyai aset, atau sedang buntuk tidak memiliki cara lain untuk memperoleh dana. Alhasil, biaya pendidikanlah yang naik.

Peningkatan biaya pendidikan dijumpai pada semua perguruan tinggi yang telah menjadi BHMN ini. Sebagai contoh, di UI, pada tahun 1999, Dana Peningkatan Kualitas Pendidikan (DPKP) sebesar 1.5 juta rupiah meningkat tiga kali lipat dari biaya sebelumnya yang limaratus ribu rupiah. Lalu tahun 2003, Program Prestasi Minat Mandiri (PPMM) mengharuskan mahasiswa membayar uang masuk sebesar 50-60 juta rupiah, belum uang pangkalnya (admission fee) yang kisarannya 5-25 juta rupiah.

Dana ini berupa SPP dan non-SPP. Kita bisa mengambil ITB sebagai contoh. Pada tahun 2007 ITB membutuhkan anggaran dana sebesar Rp 392 miliar. Dengan subsidi pemerintah yang kecil, ITB harus mencari jalan keluar agar kebutuhannya terpenuhi. Lalu, ITB menetapkan biaya SPP regular (S1) untuk tahun ajaran 2007/2008 sebesar Rp 3,25 juta/semester. Bahkan Sekolah Bisnis Manajemen dikenakan biaya sebesar Rp 625.000,00/ SKS.

IPB juga menjadi bukti yang lain. Dalam RKAT (Rencana Anggaran dan Kegiatan Tahunan) 2005, IPB memerlukan biaya operasional sebesar Rp 292,99 miliar. Memang, tidak ada kenaikan SPP. Namun, IPB mencari sumber pendanaan lain melalui dana masyarakat non-SPP. Sumber dana masyarakat non-SPP yang diberlakukan IPB adalah sebagai berikut: penerimaan mahasiswa baru, biaya pengembangan institusi dan fasilitas, beasiswa, wisuda, bantuan, uang asrama, sewa fasilitas, kendaraan, uang parkir, pendapatan dari jasa giro, kerjasama penelitian dan pemberdayaan masyarakat.

Pendidikan berkualitas memang tidak mungkin murah. Namun, bukan berarti hal itu dibebankan kepada masyarakat. Kewajiban pemerintahlah yang seharusnya menjamin pendidikan setiap rakyatnya baik kaya atau pun miskin, dengan akses yang mudah untuk pendidikan yang bermutu. Saat ini, status PT-BHMN memberikan peluang yang besar untuk memandulkan peran Pemerintah dalam sector pendidikan. Dana pendidikan terpotong hingga tinggal 8% (Kompas, 10/5/2005).

Kondisi ini tidak terlepas dari tekanan utang dan kebijakan pembayaran utang. Sebanyak 25% komponen APBN habis untuk membayar utang. Meskipun Presiden telah membubarkan CGI pada 24 Januari 2007, namun setidaknya 3 kreditor besar (World Bank, ADB, dan Jepang) tetap dipertahankan. Selama ini, cicilannya hamper Rp 50 triliun per-tahun./(CaN)

PERFILMAN, Artikel


DUNIA PERFILMAN INDONESIA

SAKIT…!!!

Oleh: Siti Qona'ah

Situasi kemelut atau gonjang-ganjing dalam dunia perfilman sekarang adalah gambaran nyata dari carut marutnya dunia perfilman Indonesia. Iklim dan perikehidupan dunia perfilman Indonesia itu tidak sehat!

Perubahan dan perbaikan perlu segera dilakukan. Suka tidak suka perubahan atas segenap unsur yang tidak sehat dan menghambat kreatifitas penciptaan dan pengembangan perfilman Indonesia memang harus dilakukan kalau kita ingin dengan adanya perbaikan kearah iklim perfilman yang lebih sehat dan kondusif.

Keinginan dan tuntutan perubahan juga sejalan dengan visi dan misi Pengurus Organisasi KFT-ASI sekarang.. Pada level yang lain, KFT-ASI pun selama ini sebenarnya telah berusaha berbuat dan berupaya keras melakukan dan mendorong tejadinya perubahan serta perbaikan iklim perfilman secara konseptual dan sistematis kearah kondisi yang lebih sehat, meski dalam tataran pelaksanaan prosesnya berjalan relatif lambat dan hasilnya masih terbatas karena situasi yang begitu membatasi dan tidak kondusif.

Melihat dan mengingat betapa lemah dan sangat minimnya peran dan aktifitas positif serta distorsi sikap dan fungsi dari badan-badan perfilman yang ada menyentakkan kesadaran kita untuk harus segera bertindak melakukan dan mendorong dinamika terjadinya perubahan.

Perubahan konstruktif sangat perlu dilakukan secara sistematis dan konseptual sifatnya, sehingga dapat efektif mencapai sasaran serta tidak hanya sekedar reaksi-reaksi sesaat, semu dan tambal sulam semata.

Suatu gerakan seperti “Aksi Pengembalian Piala Citra” dari sejumlah insan film Indonesia, mestinya dilihat dalam konteks keinginan untuk memperbaharui diri dan berubah lebih baik. Dilihat dalam sudut pandang “Kecintaan Terhadap Film Indonesia” serta “Film Indonesia Adalah Milik Kita Bersama” dan karenanya harus berbuat untuk memperbaiki kehidupan perfilman Indonesia kearah yang lebih baik dan sesuai dinamika perkembangan zaman.

“Lembaga Tinggi Perfilman” yang paham akan dinamika perfilman secara aktual dan positif, dia hanya mampu menampakkan diri dalam sosok sebagai lembaga yang ketinggalan zaman, expired dan tidak up to date lagi.

Pengurus Organisasi KFT-ASI tersebut mengingatkan dan mendesak Pemerintah agar cepat tanggap dan aktif secara proporsional dan aspiratif sesuai peran, fungsi dan tanggung jawabnya, bersama organisasi perfilman dan insan film yang masih punya komitmen dan keberpihakan yang jelas dan konstruktif terhadap film Indonesia sebagai karya budaya bangsa, untuk menentukan solusi dan mengambil tindakan positif, guna membantu penyelesaian masalah perfilman kita.

Semuanya mendesak untuk segera diambil langkah cepat melakukan perubahan dan pembaharuan kebijakan tentang perfilman, guna penyelamatan, penyehatan dan kemajuan perfilman Indonesia.

Jika situasi ini dibiarkan, sudah tentu krisis dalam bidang perfilman akan tumbuh dan mengarah pada sebuah situasi dikotomis yang tak menyenangkan bagi semua pihak.

Faktor dari kondisi tersebut adalah keterbatasan resource. Baik pendanaan, peralatan dan kemampuan. Sebagai contoh, sekarang ini banyak sekali dalam pertelevisian program-program yang anda sebut reality show, ngerumpi dll, karena pada kenyataannya program-program tersebutlah yang menggunakan pendanaan yang tidak terlalu tinggi. Sedangkan untuk keterbatasan kemampuan sebagai contoh, dalam perfilman kita belum bisa membuat special effect seperti dalam film “Alien” atau ledakan-ledakan dalam film-film laga, semua hanya baru bisa kita manipulasi secara digital seperti jika anda perhatikan dalam film “Jaka Tarub”, dll.

PREDIKSI TEHADAP MASA DEPAN PERFILMAN INDONESIA???

“Banyak orang meprediksikan masa depan film Indonesia ada di Tangan Anak Muda.” Tapi, beberapa sineas Indonesia menolak pernyataan tersebut.

“Saya tidak setuju dengan pernyataan itu, masa depan film Indonesia itu ada di tangan semua orang yang peduli dan ‘Concern’ dengan perkembangan film,” kata Ria Irawan dalam diskusi interaktif yang diselenggarakan oleh situs berita dunia film Indonesia di Cilandak Town Square, Jakarta.

Menurut dia, nasib perfilman di Indonesia tegantung dari masyarakat itu sendiri, terutama pemerintahnya. Meskipun demikian, Ria tidak membantah besarnya peran sineas muda dalam menggeliatkan perfilman di Indonesia sejak beberapa tahun belakangan.

“Tetapi saya juga tidak setuju kalau dibilang sebelum sineas-sineas muda itu muncul perfilman Indonesia dikatakan mati suri. Itu semua hanya karena iklim ekonomi yang juga pasang surut,” ujarnya.

Sependapat dengan Ria, Noorca M Massardi dalam kesempatan yang sama juga mengatakan bahwa kesuksesan perfilman Indonesia tergantung pada masyarakat film dan penonton.

“Secara teknis film Indonesia sudah baik. Para sineas mampu membuat film jenis apapun. Kelemahan ada pada pemain dan skenario. Selain itu orang film juga harus mampu menjalin keharmonisan hubungan dengan penonton melalui kualitas produksi mereka. Bila secara kualitas semakin memburuk, film Indonesia akan kembali ditinggalkan penonton,” kata Noorca yang tergabung dalam tim seleksi Festival Film Indonesia 2005 itu.

Kepentingan secara pasti untuk membuat kondisi perfilman Indonesia lebih produktif adalah, dengan menjaga bagaimana pasar bagi produk film Indonesia tetap ada. Sekedar menjadi objek yang harus dipelihara 80% dari film Indonesia yang baru lahir diperuntukkan bagi kaum muda, dan pasar ini harus dipelihara dengan baik.

Nah, sudah sampai dimanakah kita saat ini? Dalam rentang waktu semenjak awal pemunculannya sampai saat ini, sudah seberapa besar ekspetasi itu terjawab? Benarkah kebangkitan itu akan terjadi? Akan kemanakah kaum muda yang disebut-sebut the next generation dari perfilman Indonesia saat ini?

Saat ini silahkan berbangga-bangga dengan film-film Indonesia yang memang berbagai festival di luar negeri. Tapi, suatu ketika nanti kalau kita kembali melihat kedalam akan berhadapan dengan kenyataan bahwa film-film tersebut sekedar membawa kebanggaan. Namun, kembali kita mempertanyakan visi dari para penggiat film saat ini, mau apa dan kemana?

Kita do’akan saja karya-karya sineas-sineas muda Indonesia yang lainnya dan yang pasti kita akan terus mendukung karya-karya bangsa sendiri./(CaN)


Sabtu, 22 Maret 2008

SINETRON, Opini


SINETRON ADALAH RACUN dan PESTA PEMBODOHAN

GENERASI MUDA!!!

Oleh: Siti Qona’ah


Siapa yang tak kenal SINETRON? Orang Indonesia, bahkan yang tak punya televisi sekalipun pasti tahu apa itu Sinetron meskipun mugkin hanya bisa menjabarkannya dalam bentuk judul-judulnya saja. Sinetron (Sinema Elektronik) mulai berkembang pesat seiring munculnya stasiun-stasiun televisi (TV) swasta di-era tahun 90-an.

Menjamurnya PH (Production House) semakin mendorong lajunya dunia per-sinetron-an Indonesia. Berbagai cerita disuguhkan, dari kisah kehidupan sehari-hari, kisah cinta anak ABG, legenda, komedi, sampai ke dunia mistis dan religi. Stasiun Televisi Nasional (TVRI) sendiri sebelum berdirinya stasiun-stasiun TV swasta sudah menyiarkan beberapa tayangan jenis ini, akan tetapi pada masa itu tingkat produksi dan popularitasnya tidak se-heboh tahun-tahun belakangan. Hal ini dapat dimaklumi. Mengingat saat itu TVRI masih menjadi satu-satunya stasiun TV di Indonesia dan perfilman Indonesia masih mampu mengundang minat orang untuk bersilaturahmi ke bioskop.

Pada masa itu dapat disebutkan beberapa judul sinetron seperti Jendela Rumah Kita, Dokter Sartika, Dll. Dapat diingat bagaimana tingkat orisinalitas dan dan kultur budaya Indonesia yang melekat dan tercermin dalam setiap Scene dalam tayangan per-episode. Bahkan tayangan se-simpel Losmen yang menampilkan Alm. Mang Udel dapat memberi kesan tersendiri tanpa harus menyodorkan latar yang macam-macam dan scenery khusus.

Kisah-kisah cerita dari novel seperti Siti Nurbaya dan Sengsara Membawa Nikmat juga dapat ditampilkan secara sederhana dan bagaimana adanya. Tak perlu banyak improvisasi, tapi toh semuanya dapat diterima dan disambut baik oleh para penontonnya.

Perbedaan yang sangat drastis justru terlihat pada masa kejayaan sinetron itu sendiri, yang ditunjukkan dengan berhasilnya sinetron menggeser popularitas sinema India dan telenovela. Lihat saja tahun 2007 dan tahun-tahun sebelumnya. Puluhan sinetron masuk silih berganti menghiasi jadwal acara, hampir semua stasiun TV di Indonesia. Berapa judul atau siapa pemeran dari sinetron itu sendiri bukan merupakan masalah yang begitu berarti. Sisi moral, edukasi, mutu dan originalitas-lah yang selalu menambah poin negatif dari per-sinetron-an Indonesia.

Dari sisi moral, beberapa sinetron Indonesia, terutama yang menyuguhkan kisah cinta dan harta memberikan dampak buruk bagi perkembangan jiwa dan gaya hidup mereka-mereka yang menontonnya. Siapa yang berani menjamin bahwa tingkah polah pacaran anak SMP yang ditampilkan di sinetron tidak akan ditiru oleh anak-anak seusianya?.

Masih adakah tata karma cara berbicara dengan orang yang lebih tua (bahkan dengan orang tua sendiri?!). Apabila anak-anak dibiarkan menonton acara yang menunjukkan adegan seorang anak membentak orang tuanya cuma karena tidak diberi uang, Atau bahkan dalam sebuah adegan sinetron pernah ada seorang anak kecil masih SD menyebut kedua orang tuanya dengan “KALIAN…!!!”.

Jika dilihat-lihat lagi, tak satupun sinetron sekarang yang dapat diberi predikat mendidik kecuali “KELUARGA CEMARA” yang sekarang sudah tidak ditayangkan dan “KIAMAT SUDAH DEKAT”. Lainnya cuma berkutat dengan cinta, harta, ilmu ghaib, religi yang menyesatkan, mimpi dan angan-angan.

Saya sendiri pernah mendengar bahkan menyaksikannya sendiri Orang Jepang berkata “INDONESIA ITU KATANYA MISKIN…!!!, TAPI ITU DI TV KOK REMAJANYA PADA NAIK MOBIL SEDAN?”. Kata-katanya itu sempat membuat saya berfikir “IYA JUGA YA? KALAU DIPIKIR-PIKIR, JUMLAH MOBIL DI INDONESIA JUSTRU LEBIH BANYAJ JIKA DIBANDINGKAN DENGAN JEPANG YANG BIKIN MOBIL…”. Wah, Jepang udah bikin dan jualan mobil tuh?, Indonesia bagaimana???.

Kualitas atau mutu bukan prioritas utama dari pembuatan sinetron. “RATING COMES FIRST”, tak jarang sinetron-sinetron kejar tayang mengabaikan kualitas dari tiap Scene yang dibuat. Terkadang, hal-hal kecil seperti, apa masuk akal seorang anak kecil pengemis memakai kaos distro yang walaupun sengaja dikotori entah dengan oli ataupun itu. Pastinya tetap akan membuat yang menonton bertanya-tanya.

Terakhir, jika dilihat dari sisi orisinil atau tidaknya sebuah sinetron sepertinya harus lebih ditujukan pada orang-orang yang banyak menonton drama-drama asing terutama dari Korea atau Jepang. Ada banyak sinetron yang meniru jalan cerita dari beberapa drama-drama asia. Yang paling sangat disesalkan adalah jiplakan dari One Liters of Tears dari Jepang yang di Indonesia-nya menjadi Buku Harian Nayla. Betapa tidak, kisah nyatanya yang menceritakan ketegaran seorang gadis bernama Aya dalam menghadapi penyakitnya ditiru habis-habisan terlebih lagi tanpa mencantumkan judul asli pada Credit Title-nya. Betapa memalukan kalau semua itu dilakukan hanya untuk mencari untung semata. Perlu diketahui bahwa di Jepang sendiri tayangan yang isinya diambil dari buku harian itu dibuat atas izin dari keluarga Aya.


JURNALISTIK, Tips


MO JADI JURNALIS SEJATI...???

Oleh: Siti Qona'ah

Belajar meliput dan menulis berita sama dengan belajar berenang; Anda hanya bisa jika punya keberanian masuk ke air dan mulai berenang. Menjadi jurnalis pun begitu. Kemahiran Anda meliput dan seberapa cemerlang tulisan Anda tergantung pada pengalaman dan kesungguhan Anda belajar. Selama Anda menghargai proses belajar menjadi jurnalis, selama itu pula pintu kesuksesan terbuka untuk Anda. Prinsip-prinsip berikut bakal membantu Anda mengawali karir di dunia jurnalistik jika Anda setuju, cetaklah dan tempelkan di dinding kamar Anda.

Tak ada yang menodongkan pistol ke kepala dan memaksa Anda menjadi jurnalis. Anda datang atas kemauan sendiri, karena Anda mencintai dunia tulis-menulis, mampu mengendus berita dan punya ikatan pada orang kebanyakan. Asah lah kerajinan menulis Anda, ketajaman akan berita dan kepekaan terhadap orang-orang di jalanan. Asah lah selalu dan terus-menerus. Menggerutu boleh, asal jangan terlampau banyak.

Pikirkan selalu pembaca, pirsawan dan pendengar Anda. Katakan pada mereka sesuatu yang baru, setiap hari. Itulah yang membuat mereka rela mengeluarkan Rp 1.000 atau Rp 2.000 dari kocek untuk selembar koran. Cari tahu siapa mereka dan menulislah untuk bisa mereka baca. Jika Anda bisa bilang “go to hell” ke mereka, Anda sendiri lah yang pertama-tama akan masuk ke neraka. Lalu, koran atau majalah, televisi atau radio Anda.

Membacalah setiap hari, tiga atau empat buku setiap kali dan semua jenis majalah. Bacalah sebanyak mungkin untuk menjadi penulis terbaik. Bacalah Shakespeare dan karya-karya sastra lain seperti Anda membaca Al-Quran atau Bible sepanjang hayat. Bacalah karya sastra klasik untuk mengetahui bagaimana pikiran-pikiran besar masa silam mengekspresikan dirinya sendiri.

Suapi otak setiap hari, seperti Anda menyuapi perut. Petinju hebat tak bisa mengandalkan daging yang dimakannya 10 tahun lewat. Wartawan tak bisa menulis baik dengan pikiran 10 tahun silam. Jagalah agar otak tetap terbuka terhadap gagasan dan pikiran baru.

Jangan arogan dan bersikap menghakimi orang lain. Mereka yang tak setuju dengan Anda tidak selalu berarti tolol atau gila.

Jauhkan diri dari memuja stereotipe. Sebab: hidup di desa belum tentu damai; birokrat belum tentu korup; haji dan pendeta belum tentu alim; dan anak yang membunuh ibunya belum tentu durhaka. Gali lah fakta hingga ke dasar-dasarnya.

Jangan terpukau pada omongan pejabat, para pakar, tentara, dan polisi. Kutip mereka sedikit mungkin. Gali cerita dari lapangan. Berbicaralah dengan orang-orang di jalanan, di tempat peristiwa.

Awalnya teman seide.

Yang kita perlukan untuk membuat satu media sekolah adalah: tentu saja tim redaksi.

Tim redaksi yang kita pilih adalah dari teman-teman yang memiliki satu ide dengan kami.

CINTA, Opini


MANUSIA HIDUP DENGAN CINTA
Oleh: Siti Qona'ah

Tak ada tema yang abadi untuk dibahas selain masalah cinta. Tengok saja, mulai dari lagu, puisi, prosa, sampai film didominasi masalah cinta. Wajar, karena cinta adalah perasaan yang universal. Di mana-mana, diseluruh dunia, orang membutuhkan dan menginginkan cinta. Cinta ada pada orang tua yang cinta pada anak-anak mereka, anak-anak yang cinta pada orang tua mereka, adik dan kakak yang saling menyayangi. Dan, ehm… tentu saja cinta dirasakan oleh sepasang cewek dan cowok.

Cinta sendiri adalah karunia Allah kepada semua makhluk-Nya. Cinta itu universal dan tidak mengenal batasan. Tidak mengenal usisa dan zaman. Apalagi kalau yang dibidik adalah cintanya kalangan usia remaja. Ehm… pasti akan terdengar dan terlihat kontroversial. Namun pada masa sekarang, ironisnya, di kalangan remaja, makna cinta diterjemahkan kebablasan alias hanya mengumbar hawa nafsu semata. Makna cinta pun telah kehilangan arti sejatinya. Bagi remaja sekarang berkhalwat atau berdua-duaan dengan lawan jenis adalah hal biasa. Mereka tidak tahu bahwa pihak ketiga adalah setan. Setan yang akan menjerumuskan dua insan ini ke lembah maksiat, yaitu zina.

Untuk remaja seperti kita, masalah cinta itu ibarat nasi, makanan pokok dalam kehidupan sehari-hari. Perasaan cinta itu seringkali diwujudkan dalam bentuk punya pacar. Maka SCTV punya tayangan gress untuk anak-anak muda. Yups, Lemon Tea ada first love alias cinta pertama, ada cinlok alias cinta lokasi, mak comblang, kontak jodoh, ada juga “CLBK” dengan kata lain: cinta lama bersemi kembali. Semua itu isinya ya mencocok-cocokkan anak-anak muda dengan lawan jenis mereka.

Cinta juga bukan sekedar feeling, tapi bisa membuat orang berubah. Orang yang merasakan cinta bisa mengubah dirinya demi orang yang dicintai. Yang buruk bisa menjadi baik, yang urakan bisa menjadi rapi jail, dan yang pendiam bisa menjadi periang. Cinta juga membuat orang menjadi kreatif. Buktinya banyak karya dihasilkan karena terinspirasi oleh cinta. Contohnya: Mbak Fina dengan Novel “Bukan Cinta Biasa” nya. Dan juga Mas Na’emz dengan lagu “Mencari Cinta Sejati” nya. Dan masih buannyak lagi. Bener kan?!

Sayangnya, cinta sering ternoda justru oleh mereka yang sedang jatuh cinta. Jatuh cinta malah menjadi ajang pelampiasan hawa nafsu. Cinta nggak lagi menjadi sesuatu yang suci dan indah. Tapi sudah diubah menjadi kubangan lumpur maksiat. Padahal seharusnya anugerah cinta itu kan di hargai dengan menjaga dan merawatnya. Tantu saja cinta harus dirawat dan dijaga dengan aturan-aturan Allah. Sebabnya jelas banget, Dia yang menciptakan cinta dan sekaligus menumbuhkan cinta, pastinya dia juga yang aturan-Nya layak untuk diikuti. Nggak ada yang lain!!!

Terbukti, cinta yang tak kenal aturan bukan menjadi anugerah, tapi malah menjadi musibah. Nggak jarang orang mengukur cinta dari kedalaman kantong, dari penampilan fisik, bahkan nggak lagi memandang agama. Selain itu merebak juga kehidupan sex before marriage, gonta ganti pasangan, yang semuanya bikin hidup jadi makin nelangsa. Banyak remaja yang menafsirkan cinta itu adalah seks. Hi… syerem!!! Gara-gara pemahaman yang keblinger itu cinta jadi ternoda. Jangan sampai dech…!!!!

So, nggak salah kalo untuk urusan cinta kita juga harus tunduk pada apa kata Allah!!! Soalnya, kalau kita bercinta dengan mengikuti aturan Allah, maka bukan saja kita merasa bahagia, tapi juga berpahala. So GREAT!!!!

Now, aku mo tanya ke kalian semua nich…

Bagaimana kalo hidup kita itu tanpa cinta? GARING!! So pasti!!! Yups, jawaban yang tepat. Orang akan jadi mudah tersinggung, kejam, dan nggak ada empati dan perhatian pada orang lain. Nggak ada harmonisasi dalam hidup ini. Masing-masing sibuk dengan urusannya sendiri.

Kita juga nggak akan kenal kosa kata “cakep”, “ganteng”, “cantik”, “charming”, dan seabrek perbendaharaan kata indah lainnya. Para penyair pun pasti akan kehilangan kehebatan mereka.

Jangan juga mikir absennya cinta cuma akan mematikan pasangan manusia. Hampanya cinta juga akan memusnahkan kehidupan sebuah keluarga. Ya nggak!!!

Now, kita akan membahas masalah cinta fisik!!!

Kamu tertarik sama lawan jenis Cuma karena fisiknya? Misal karena dia cantik, tinggi, putih, mancung, dan ada lesung pipinya. Atau para cewek suka sama cowok yang putih, tinggi, mancung, dan body se-keren EGI JOHN FOREISYTHE ma MARCELL DARWIN. Nah, itu sebagian tanda cinta sebatas fisik. Boleh-boleh aja nyari pasangan hidup yang fisiknya OK, yang nggak malu-maluin diajak ke pesta. Tapi cinta kayak ini nggak bakal tahan lama. Ibarat komputer, model cinta yang kayak gini bakal segera ke laut begitu ngeliat ada makhluk lain yang “prossesor”-nya lebih canggih. Tul nggak?!?

Now, beralih ke: CINTA dan KESETIAAN

Ada pepatah yang mengatakan:

-True love never grows old

-Old love does not rust

Cinta sejati tidak akan pernah tua

Cinta lama tidak akan berkarat

Cinta sejati adalah cinta karena Ilahi. Tulus ikhlas, tanpa pamrih, dan tak lekang dimakan zaman dan di tempa cuaca. Cinta sejati juga tahan uji, tetap akan terkenang meski jasad tercerai dari rohnya.

Banyak kisah-kisah mengharukan dari pasangan yang saling mencintai untuk kita renungi, bahwa cinta itu meminta pengorbanan, kesetiaan, dan kesabaran. Jangan mengaku cinta dan mengungkapkan cinta kalau nggak mau berkorban!!!! OK’s

Kalau tadi kita membahas soal cinta dan kesetiaan, Now, kita akan membahas tentang “CINTA dan PERSAHABATAN”

Suka main bareng? Suka curhat? Harap hati-hati!!! Persahabatan antar lawan jenis bisa berpotensi untuk menumbuhkan benih-benih cinta. Kamu sering nonton kisahnya MARCELL DARWIN di sinetron “Alisha” kan? Nah, hampir kayak gitu maksudnya. Hehehe… korban sinetron dikit nggak pa-pa kan???

Persahabatan antar lawan jenis bisa berbuah cinta. Maklumlah, seperti pepatah jawa menyebutkan, witing tresno jalaran soko kulino, maksudnya adalah: munculnya rasa cinta, disebabkan karena seringnya bersama. Awal membina hubungan boleh jadi nggak ada apa-apa. Bahkan “getaran” kecil sekalipun nggak terasa. Tapi, yakin dech bahwa cewek dan cowok ditakdirkan untuk saling tertarik. Kira-kira betul nggak, Mbak Emi?? Hehehe… sory buka kedog. Boleh jadi, yang pertama kali muncul itu cuma empati. Empati dengan keadaan teman lawan jenisnya itu. Lama-lama, empati itu bisa bermetamorfosis jadi simpati, lalu suka dan akhirnya CINTA. Nggak jarang memang kejadiannya begitu. Toh, bukankah rasa cinta itu nggak selalu mesti muncul di awal perjumpaan dan hubungan???? Adakalanya dia akan muncul setelah lama kita mengenal. Setelah jauh kita melangkah. Nah, bagi teman yang suka curhat dengan lawan jenisnya, bukan mustahil ini akan menumbuhkan BBC alias (benih-benih cinta). Siapa tahu kan?????????

Nggak mau dapet masalah?????? Makanya JANGAN SEKALI-KALI BERMAIN API!!!!!!!!!!!!!!!!

Jika nyalanya masih kecil, api sich masih bisa bersahabat. Tapi kalau sudah membesar, jangan harap deh. Lidahnya akan menjilat apa saja yang ada di hadapnnya. Lidah api, tentu menghasilkan sebuah kerusakan. Dia akan membakar dan mengabukan bahan-bahan yang berani “malawannya”.

So, jangan anggap remeh api. Biarpun kecil, dia akan berpotensi jadi besar. Nah, menjadikan lawan jenis sebagai teman, sahabat ato bahkan sodara (maksudnya, mainan gitu loch), harus hati-hati!!! Jaga jarak aman. Bener lho… deketan terus sama lawan jenis bisa timbul macem-macem lho. So, hati-hati adalah sikap bijak. Sebenere, bersahabat dengan lawan jenis sebetulnya nggak masalah, kalo kamu tau aturan mainnya. Nah, di sinilah yang kayaknya rada sulit bagi sebagian besar teman remaja untuk taat pada aturan.

BERTEMAN YES, PACARAN NO!!!!!!!!!!!!!!!!!!! ah yang bener?????

Berteman memang bukan berarti berpacaran. Kita boleh kok, bergaul dengan lawan jenis, dalam pengertian benar-benar berteman. Kalau nggak boleh, gimana bisa kerja sama dalam mengelola kegiatan, forum bersama ato bahkan proyek bersama? Nah, kayak kita saat ini. Tul nggak???

Saat ini, banyak remaja yang menganggap pacaran itu hanya untuk HAVING FUN aja. Ops……!!!

Walah-walah, ini juga asal-asalan. Tapi inilah kenyataan yang kudu kita hadapi. Banyak teman remaja yang mengaku bahwa alasan melakukan pacaran sekedar having fun aja, sekedar bersenang-senang. Nggak punya alasan lain. Barangkali, teman remaja yang begitu menganggap bahwa pacaran sekedar hiburan di masa sulit dan stress, itu karena si dia-nya lagi menghadapi persoalan hidup. Semisal, teman-teman remaja yang nggak mendapatkan kasih sayang dirumah. Pokoknya, do’i-do’i yang kurang perhatian……… hehehe……

Yang terakhir nich, PACAR SEBAGAI MOTIVATOR……… emang bener ya????

Duh, memangnya pacaran sejenis suplemen apa. Pake’ menambah semangat segala? Tapi itulah yang sering terjadi. Emang alasan yang asal-asalan. Namun inilah juga yang banyak diakui remaja. Ada yang mendadak menjadi rajin belajar. Wah pokoknya tuh, rasanya muncul semangat untuk belajar. By the way, bener nggak sih???????????

Seperti yang udah aku katakan diatas tadi………

Pacaran boleh, tapi nggak ada salahnya juga kan kalo untuk urusan cinta kita juga harus tunduk pada apa kata Allah!!! Soalnya, kalau kita bercinta dengan mengikuti aturan Allah, maka bukan saja kita merasa bahagia, tapi juga berpahala. So GREAT!!!!

UAN, Karya Tulis

Haruskah UN Dihapus?

Naylul Izza, Fina Af'idatussofa, dan Siti Qona’ah

Bagaimana jika semua rekan di kelasmu tidak ada yang bersedia mengikuti ujian nasional alias UN, sedangkan kamu penasaran untuk ikut? Bagaimana bila untuk menjalani UN belum ada persiapan jauh hari sebelumnya? Dan, bagaimana jugakah jika di sekolahmu tidak pernah diadakan pra-UN atau berbagai persiapan UN?

Itulah kiranya yang kami rasakan ketika menjalani sebuah proses yang memakan waktu panjang untuk mengikuti UN, tidak seperti layaknya teman-teman di sekolah lain yang sebelumnya telah bersiap-siap menghadapi UN. Boro-boro kami sempat siap-siap, keputusan mengikuti UN saja sehari sebelum menghadapi rangkaian ujian menjelang UN, seperti ujian praktik, ujian akhir sekolah, dan kemudian UN. Sementara sekolah kami, SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, membebaskan kami untuk menentukan sendiri ikut atau tidak kegiatan UN.

Begitu banyak cerita yang harus kami lalui menjelang UN. Kami harus ke sana kemari untuk mencari buku-buku yang sesuai dengan kurikulum dan berusaha keras mempelajarinya di rumah. Tentu saja dengan sistem kebut-kebutan, tapi tetap dibuat santai sehingga semua pelajaran bisa dicerna. Kami berusaha memahami semua materi yang ada di buku dengan belajar di rumah karena tidak ada les atau persiapan apa pun di sekolah. Dari situ, kami merasa menjadi pelajar yang betul-betul mandiri.

Kami masih merasa menjadi bagian dari SMP Alternatif Qaryah Thayyibah, jadi kami sengaja tidak memutuskan kegiatan belajar yang ada di kelas. Jadi, biarpun kami mengikuti UN, kegiatan di kelas juga harus tetap berlangsung seperti biasa. Teman-teman kami yang lain, yang memilih tidak mengikuti UN, masih getol menyelesaikan segudang proyek.

Selain mencari buku-buku, kami juga sibuk mencari sendiri guru yang berkenan membimbing kami dalam belajar, terutama Matematika dan Bahasa Indonesia. Sampai kami lupa akan adanya UN Bahasa Inggris. Pematangan dalam persiapan UN Bahasa Inggris hanya berlangsung satu jam sebelum mengerjakan soal UN.

Tujuan kami mengikuti UN bukan sekadar untuk memperoleh ijazah, tapi untuk antisipasi. Siapa tahu nantinya hati kami terketuk untuk melanjutkan perjuangan ke sekolah lain. Namun, belum pernah tebersit di benak kami untuk meninggalkan Sekolah Alternatif Qaryah Thayyibah. Karena saat ini sekolah itulah yang kami rasa cocok untuk pengembangan diri kami lebih lanjut.

Selain untuk antisipasi, kami juga ingin merasakan detik-detik menjelang UN. Tapi yang terpenting bagi kami adalah mengetahui seperti apa substansi UN, mengetahui sejauh mana manfaat UN bagi bangsa Indonesia, dan memulai sebuah penelitian.

Pada Senin 22 Mei 2006, kami mulai mengikuti UN. UN tidak kami anggap sebagai beban. Kami tidak lagi memikirkan lulus atau tidak. Untuk urusan lulus atau tidak adalah urusan belakang. Yang kami tekankan saat itu, kami tidak menjadikan hasil UN sebagai tanggungan hidup kami. Yang terpenting bagi kami adalah berproses untuk memberikan yang terbaik, bukan mencari nilai akademis yang meloloskan kami dari standar nilai yang selalu disiasati oleh birokrasi pendidikan.

Seusai UN kami memperoleh nilai yang wajar. Tidak terlalu buruk, juga tidak terlalu baik. Namun, dari proses melalui ujian tersebut, banyak hal yang telah kami rasakan dan kami dapatkan. Kami mulai mengambil hikmah dari semua kejadian yang ada ketika menjalankan proses yang begitu panjang. Mulai dari cerita duka sampai cerita yang membuahkan bahagia.

Banyak pengalaman yang kami dapatkan. Kami mulai belajar untuk menjadi orang yang tidak patah semangat, kami juga banyak belajar dari beberapa siswa yang ada di sana. Mengenai besarnya keprihatinan mereka dalam menjalankan episode kehidupan yang pasang-surut. Dan, masih banyak lagi hikmah yang kami petik dalam berproses.

Selain itu, kami juga melihat kenyataan bahwa kejujuran akan membuahkan hasil yang indah. Sementara pembohongan terhadap diri sendiri, seperti nyontek atau semacamnya, malah membuahkan sesuatu yang sangat tidak memuaskan. Sampai akhirnya kami sadar akan UN yang begitu menyedihkan. Banyak hal yang membuat kami kecewa dengan adanya UN.

Banyak pelajar di Indonesia yang tak bisa meneruskan belajar ke jenjang yang lebih tinggi hanya dikarenakan tidak lulusnya dalam pemecahan soal-soal UN. Soal-soal yang dibuat sepihak tersebut ternyata begitu mampu membuat para pelajar menghalalkan segala cara untuk memperoleh kelulusan. Mencontek seakan melatih siswa untuk mendapatkan sesuatu tanpa berusaha. Kami berharap, jangan sampai perbuatan culas seperti itu menjadi cerminan untuk bangsa Indonesia.

Sebenarnya, UN hanya akan membatasi pelajar dalam mengembangkan keintelektualan dalam suatu bidang tertentu. Selama ini yang dijadikan bahan UN hanyalah Bahasa Indonesia, Matematika, serta Bahasa Inggris. UN juga hanya akan membatasi keinginan yang ada pada diri pelajar. Pelajar menjadi tidak kreatif. Pelajar akan sulit untuk menentukan kebutuhan yang ada pada dirinya.

Mengukur keberuntungan,

Banyak juga pelajar yang menjadi tidak bersemangat hanya karena tidak lulus UN. Padahal, UN bukanlah satu-satunya jalan untuk mengukur kemampuan. Sangat tidak manusiawi jika UN-lah yang akan mengakhiri sebuah proses belajar. Mungkin, UN akan terus menjadi momok bagi pelajar. Pelajar merasa butuh untuk belajar hanya karena adanya UN atau tes-tes tertulis yang lain.

Bisa dibilang UN bukanlah untuk mengukur kemampuan pelajar, melainkan untuk mengukur keberuntungan pelajar dalam mencoret lembaran soal. Selain itu, sangat tidak rasional juga ketika proses mengukur kemampuan hanya berlangsung dua jam dengan ketegangan yang tidak bisa dihindari oleh pelajar. Dan, saat itu juga, semua pelajar di seluruh penjuru negeri sedang diuji dengan materi yang sama. Padahal, kemampuan pelajar pasti berbeda-beda.

Banyak pelajar Indonesia yang sebenarnya keberatan terhadap UN. Banyak juga pakar pendidikan di Indonesia yang mendukung penghapusan UN. Lantas, Mengapa UN masih dipertahankan? Ada apa di balik adanya UN?

Untuk mengukur kemampuan siswa tidak perlu menggunakan soal-soal yang sebenarnya tidak cukup untuk menilai seluruh kemampuan yang dimiliki siswa selama tiga tahun.

Bayangkan! Jika ada siswa yang memiliki nilai Bahasa Indonesia 9, Matematika 10, sementara nilai Bahasa Inggrisnya di bawah standar kelulusan, berarti siswa itu tidak lulus bukan? Haruskah ia mengulangi belajar selama setahun lagi dengan materi-materi yang membosankan? Dengan suasana yang menjenuhkan? Bukankan lebih baik ia mempertajam kemampuannya daripada harus mengulang lagi hanya untuk mencari nilai Bahasa Inggris.

Jangan sekalipun kita menganggap bahwa dia yang tidak lulus adalah siswa yang bodoh. Nilai yang ada pada pelajar bukan sebatas nilai pada UN. Perlu kita renungkan sekali lagi, UN telah membuat banyak siswa merasa tertekan, depresi, bahkan banyak yang gila karenanya. Tidakkah kita khawatir jikalau UN malah akan memengaruhi kecemasan psikologis anak?

Betapa sedihnya kami ketika melihat beberapa siswa yang menangis histeris lantaran tidak lulus. Bahkan ada yang sampai terkulai pingsan di pangkuan temannya. Seperti ada rasa tersisih yang menyeruak di hati mereka. Kami mencoba untuk bersikap wajar dan menetralkan kesedihan kami. Benarkah semua itu han sesuatu yang wajar?

Teruntuk birokrasi pendidikan yang budiman, lancangkah jika pelajar menyuarakan isi hatinya tentang pendidikan? Bukan maksud kami untuk mengadili, kami hanya menginginkan keadilan. Kami hanya ingin mencoba untuk menjadi pelajar yang asertif dan tidak pasif.

Kalau memang Depdiknas berkenan, hendaknya ujian akhir sebuah sekolah diganti dengan sesuatu yang lebih rasional, logis, dan riil. Bukan sekadar fiktif belaka yang menjelma dalam tiap untaian soal.

Pandangan kami tentang UN ini merupakan bingkisan untuk birokrasi pendidikan yang semoga bisa menjadikan sebuah pendidikan yang lebih baik dari yang sebelumnya. Harapan kami, ke depan, sekolah maupun lembaga pendidikan di Indonesia memiliki hak untuk menentukan langkah sendiri. Tentunya dengan dukungan dan partisipasi dari pemerintah. Perlu diingat bahwa setiap sekolah memiliki sumber daya yang berbeda. Jadi, untuk ujian kelulusan pun tidak perlu diseragamkan.

Dengan perasaan pesimistis, kami hanya bisa mengajukan usulan, ini kesempatan bagi lembaga-lembaga pendidikan— khususnya SMA dan perguruan tinggi—untuk mencari siswa yang berprestasi. Apabila ijazah masih dibutuhkan oleh sekolah, siswa diberi kesempatan untuk mengikuti UN atau ujian setara untuk tahun depan. Dengan demikian, tidak perlu ada siswa yang harus berhenti belajar hanya karena tidak punya ijazah./(ZaFiKa)